PUISI SINGKAT "TENTANG MENERIMA DAN TAK DI TERIMA"
Judul : Tentang Menerima
Karya : Semu Bersemi
Terima tak terima, kau ada
Di penghujung atau awal, tak terduga
Pengiring senja dikala duka
Pengharum wangi bahagia
Rintikmu menghanyutkan
Warnamu tak menjemukan
Bergugur rasa, tanpa beralasan
Hangat bagiku, jadi sang nyaman
Bertolak lembut, berarak sang awan
Lindung mentari, teduh pikiran
Tatkala kau pergi, muram menjadi
Apakah terjadi, bila kau tak kembali
Detik terasa menahun
Memori berjuta, bahagia menimbun
Lirikan, tatapan, suaramu mengalun
Lantunkan puisi semi, hati terayun
Sembilu itu pergi
Sandarmu tembok kokoh sulit kudaki
Menjulang tinggi beri arti
Makna terdalam tentang hakiki
Terima kasih telah jadi rumah
Walau detik kuisi dengan amarah
Semoga kenang kita jadi arah
Tuju masa depan yang hangat dan cerah
Judul : Pikat
Karya : Fredy Purnomo
Gadis manis itu sungguh memikat
Seperti bulan penuh di malam pekat
Temukan cinta dalam pendar cahaya
Dari kecipak lembut telaga di mata
Gadis manis itu sungguh mempesona
Seperti kebun bunga dimana kumbang memetik cinta
Tuangkan keharuman embun dan bunga padi
Dan ciptakan semesta dengan warna warni pelangi
Kepada cinta yang senyap bersuara,
Kepada rindu yang sunyi menggelora,
Bisikan pikat dari bunga kepada serangga
Judul : Takut
Karya : Indra
Lalu siapa yang berani, dia yang sabar ucapnya
Mengapa masih penuh tanya, sebab jawabnya di ujung hari belum aku lewati
Ikhtiar terus berdoa, akan tersiksa bila tak percaya
Ada beberapa mahluk didunia, diantaranya dijamin akan rezekinya..
Masih saja aku bantah
"dia tak sesempurna aku, dibekali akal dan pikiran"
Terang saja berkecamuk, terang saja bergundah gulana
Judul : Senja yang singkat
Karya : Silfia herlina
Dirimu senja yang ku nanti
Menanti dengan hati yang sepi
Berharap semilir angin mengerti
Akan kerinduan yang tak bertepi
Senjapun telah datang
Menunjukkan keindahan warnanya
Menghipnotis bola mata
Sedetikpun tidak ingin berkedip darinya
Sayangnya tidak bisa kunikmati berlama lama
Karena hadirmu yang hanya beberapa menit saja
Malam pun datang senja pun hilang
Meninggalkanku hanya dalam sekejap mata
Itulah dirimu, lamaku nanti dan setelah itu pergi meninggalkanku.
Duhai pujangga susah, senang, sedih pernah kita lewati bersama hanya saja luka yang membekas terlalu sukar untuk diobati
Kaupun datang menyapa kembali
Setelah semua kesalahpahaman yang terjadi
Tapi, semua sudah terlambat
Hatiku remuk, pandanganku buyar, harapanku hilang, dan kata perpisahan pun kunlayangkan
Biarlah.. biarlah semua berlalu tenggelam dan akhirnya berubah menjadi buih buih kenangan
Judul : Anugerah
Karya : Nurmala Arpan
Daku tak mengerti mengapa sukanya aku menulis sejak kapan dia ada di jiwaku selalu menuntun pikiranku untuk menuliskan sebuah kata
Apa yang akan ku katakan
Pada sebuah rasa yang tidak terasa
Berada dan menjadi sebuah pena yang selalu mencari lembaran kertas
Aku pun tak tahu seperti apa bentuk itu ketika sudah hadir di mataku selalu membuatku ingin dan ingin menuliskan arti hidupku dan hidupnya dalam rangkaian kata kata
Katakanlah apakah ini sebuah Anugerah bagiku dan mereka yang sama yang mencintai kata sebagai ungkapan rasa yang ada di jiwa
Judul : Jangan Panggil Aku
Karya : Romsydi Al Faruk
jangan panggil aku
bila aku tak bisa mencintaimu
jangan pula panggil aku
bila aku tak bisa mendapatkanmu
aku bisa saja memilikimu
dengan caraku
aku bisa saja membuatmu jatuh cinta
dengan kelakuanku padamu
jangan panggil aku anak ingusan
jangan pula panggil aku anak bau kencur
jika aku bisa menaklukan hatimu
apa kau bisa mengelak dariku
aku tau kita beda usia
umur kita pun sangat jauh
apakah salah bila aku mencintaimu yang lebih tua dariku
aku mencintaimu bukan karena usia
aku mencintaimu bukan karena tua maupun muda
tapi aku mencintaimu karena
tulus dari dalam hati kecilku
Judul : Cerita sebait pena
Karya : Wenny
Gemericik air didalam kotak kaca
Hadirkan rindu menelusup dalam dada
Perlahan memory berputar kemasa dahulu
Kala pertama jumpa diujung jalan disimpang tiga
Wahai penguasa lautan rasa
Sungguh hadirmu bagai pemecah dahaga
Pada gersangnya hati yang tlah lama nestapa
Karna dia yang memberi hati namun hadirkan luka
Waktuku dulu seakan tiada berharga
Tersia akan penantian bahagia
Nan kudamba kau sebagai pencitpanya
Nyatanya aku hanyalah persinggahan sementara
Penaku kini tak bertinta
Habis tuk coretkan sgala asa
Sesak tak berkesudahan kini mendera
Hingga tangispun tak mampu membuat lega
Judul : Embun Pagi
Karya : Kamarastra
Gemercik air yg mendinginkanku tak bisa menikmati celah sinarmu yg mulai hangat namun aku hanya sekedar melihat beningnya hadirmu melalui celah rerimbunan dan seribu tangkai...
Kau sungguh membawa dimensi yang membawaku dlm sepoi dgn kesejukan yg melena kan, kejernihanmu menghantarkan syahdu kalbuku hingga aku terbius diujung rindu
memandangmu cukup bagiku jika tawa ini bias2 kau lirihkan bersama alunan angin yg meniupi dedaunan
Kau menghampiri lelah ini, dan kau mencandai jiwa sepiku, utk mndengar lagu alam bersama gemercikmu wahai sicantik embun pagi
Judul : Siluet Yang Tenggelam
Karya : Adel Lukman
Aku masih disini, duduk seperti biasa memandangi ombak yang pernah kita pecahkan bersama
Meraba buihnya yang putih sambil berlari menghindari sentuhannya yang basah
Lalu kita ikat gelombangnya, ketika percikan laut kuusap dari keningmu yang jingga
Dan aku masih tetap disini, memegang cahaya matahari yang samar membentuk kenangan yang tak ingin kutinggalkan
Bahkan, ketika garis pantai menepikan sajak-sajak yang terlewat
Tak mengubah siluet cinta dari bayangmu yang dibiaskan keheningan
Tak ada namamu lagi
Tak ada jejak, atau apa pun yang kembali sepertimu... kala itu
Kita pernah menatap akhir dari perjalanan senja yang terbenam
Seolah warna mega menjadi lirik dari lagu yang selalu dirindukan
Kita berjalan menyusuri batas sambil menunggu irama malam, berbisik pelan dan perlahan
Disana, kubiarkan kau menari, berlari, memejamkan mata berkali-kali
Sampai waktu memberimu satu hal yang ingin kukaramkan padamu
Bahwa matamu, adalah pandanganku
Namun, aku selalu menyadari,
Ketika bongkahan kayu yang kududuki saat ini, tak akan pernah menjadi cerita kembali.
Ia membisu dengan arah mataku layu
Meski kubuat jejak yang sama di hamparan pasir yang sakit, cahayanya kembali redup... seperti langkahmu yang setiap perjalanan waktu terus mejauh dari pandanganku
Judul : Wanita Yang Tersakiti
Karya : Muhammad Virza Hadinata
Dia hanya bisa meratap, berusaha untuk meluapkan sakit dan perihnya. Aku melihat ada airmata yang keluar membasahi pipinya. Sambil berlari, perlahan raganya pun menghilang.
Ternyata kepedulian itu juga menyakiti. Tak akan ada lagi kata-kata yang akan membuatnya terbang, Hari itu yang aku dengar hanyalah pertengkaran, dan aku hanya bisa diam.
Wanita itu sudah terlalu sering tersakiti, dia memilih untuk tidak ingin diobati, meskipun aku ingin. Namun dia nikmati pedihnya sendiri, membiarkan dirinya pilu, menahan kecewa yang seakan abadi.
Banyaknya kebahagiaan yang datang, Dia hanya ingin mengenang hatinya yang dulu telah pergi. Bukan dia tak selalu bersyukur, namun dirinya merasa telah gagal menjaga.
Biarlah aku sendiri, biar aku yang terluka,
Biarlah hanya aku yang merasakan kecewa,
Biarlah... biarlah... aku sudah terbiasa menderita,
Begitu ucapnya!
Judul : Lumpur Dosah
Karya : Ramlin
Jalan yang buram tak bisah kuperkirahkan.
Sejauh mata memandang terlihat kehampaan.
Inginku menerangi jalan dengan cahaya doa.
Namun merasa sesuatu menahan pikiranku.
Ingin bergulat dengan keadaan.
Namun ku tak tau dimana kumulai.
Diri bagai dibelenggu sehingga membuatku tak berdaya.
Hembusan angin yang lembut terbayang diri yang penuh lumpur dosah.
mampu memikirkan keadaan tapi ragu dalam melangkah.
Tak terkira seberapa jauh lagi kumampu berjalan.
Apakan finis lari maraton masih jauh bekilo-kilo meter ataukah sudah didepan mata.
Kumerenung akan persiapan mengarungi Samudra Atlantik yang ganas.
Apakah dengan sebuah kapal layar yang megah.
Atau hanya sebuah sampan saja.
Semoga dapat menyelamatkanku
Sampai kebibir pantai pulau.
Judul : Sejuta Harapan
Karya : Aksara Biru
Sejuta harapan gurun masa depan
Ambisi meniti hidup mapan
Namun semesta punya ketetapan
Dalam alur penuh ujian
Rintisan setiap kehidupan
Menanti dalam gelapnya sebuah harapan
Menanti setiap rajut rintihan
Menuju titik penerangan
Di kala petang terbangunkan
Dalam sujud terucapkan
Meminang suatu pengharapan
Bertekuk lutut di hadapan Tuhan
Ya Rabb Sang penguasa alam
Ku panjatkan lubuk hati terdalam
Dan ku ikhtiarkan beribu malam
Mendambakan hidup tentram
Pemalang,30 Januari 2022
0 comments